TEORI RETORIKA
Konsep Utama Teori
retorika adalah kepada pemikiran tentang retorika, yang diungkapkan Aristoteles adalah sebagai alat persuasi. Maksudnya adalah seorang pembicara pasti tertarik
untuk membujuk atau melakukan tindak persuasif kepada khalayknya, oleh sebab itu pembicara harus mempertimbangkan tiga bukti dari konsep ini, yaitu: emosi (pathos), logika (logos) dan etika/kredibilitas (ethos). Didalam Teori ini khalayak dianggap sebagai kunci dari persuasi itu sendiri dan bahkan silogisme retoris memandang khalayak harus menemukan sendiri potongan yang hilang
dari sebuah pidato yang digunakan untuk persuasi. Oleh sebab itu, diambil kesimpulan
bahwa teori retorika ini adalah teori yang dimana lebih memberikan petunjuk untuk sebuah pidato ataupun presentasi yang bersifat persuasive dan efektif.
Setiap
orang memanfaatkan retorika ini menurut kemampuannya sendiri. Ada yang
menggunakannya secara spontan , yang sudah disusun, ada yang masih mengikuti
cara pemanfaatan yang sebenarnya sudah menjadi sebuah tradisi dan bahkan ada juga yang
menggunakannya dengan secara terencana.
Teori Retorika ini memainkan sebuah peranan yang penting dalam kegiatan bertutur dikarena
Teori Retorika di satu pihak lebih memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih baik khususnya tentang manusia didalam hubungannya dengan bertuturnya, sedangkan di posisi lain teori retorika ini membimbing orang untuk membuat tuturnya lebih memikat, lebih gamblang dan bahkan lebih meyakinkan.
Asumsi-asumsi
Teori Retorika
Ada beberapa asumsi yang terdapat dalam teori retorika, yaitu :
a. Public
speaker atau pembicara efektif perlu mempertimbangkan audiens mereka. Asumsi ini lebih mengarah kepada konsep utaman untuk menganalisis audiens (audience
analysis).
b. Public
speaker atau pembicara efektif menggunakan beberapa bukti didalam presentasinya. Bukti yang dimaksudkan ini lebih merujuk kepada cara mereka mempersuasi yaitu :
1. Ethos merupakan tampilan dari sebuah karakter dan kredibilitas sang pembicara yang bisa mempersuasi audiens
sehingga membuat mereka peduli bahkan percaya kepada pembicara. Etos masih dianggap metode yang paling efektif untuk membentuk karakter sang pembicara sebagai persuader
yang membangkitkan sikap kritis audiens supaya mereka percaya dengan berbagai
argument yang dia ucapkan.
2. Pathos merupakan sisi keterampilan dari pembicara untuk mengendalikan emosi ketika sedang berbicara di public.
3. Logos merupakan pengetahuan tentang hal yang akan dikomunikasikan oleh pembicara secara luas dan mendalam , struktur dari pesan yang akan disampaikan harus rasional, logis , berbasis kepada argumentasi, dan juga pesan ini disampaikan harus secara
induktif maupun deduktif. Inductive reasoning adalah
penyampaian sebuah pesan yang berdasarkan hipotesis dan historis, yang nantinya akan membuat para audiens untuk dapat menarik sebuah kesimpulan umum.Deductive reasoning adalah sifat yang mengharuskan seorang pembicara merumuskan pesan didalam bentuk proposisi yang umum, sehingga para audiens dapat menarik kesimpulan yang khusus.
Jenis-jenis
Retorika
1. Retorika forensic
(forensic rhetoric), adalah sesuatu yang berkaitan dengan keadaan yang diamana seorang pembicara lebih mendorong
timbulnya rasa tidak bersalah maupun bersalah dari audiens. Pidato ini juga disebut pidato yudisial yang biasanya dapat ditemui didalam kerangka hukum. Retorika
forensic lebih berorientasi kepada masa di waktu yang lampau.
2. Retorika epideiktik
(epideictic rhetoric), meurpakan jenis retorika yang berhubungan dengan wacana tentang sebuah pujian ataupun sebuah tuduhan. Pidato epideiktik ini lebih sering dikenal juga dengan pidato seremonial. Pidato jenis ini hanya disampaikan kepada publik apabila adanya tujuan
untuk memuji, menyalahkan , menghormati dan juga mempermalukan. Pidato jenis ini akan lebih berfokus kepada isu sosial yang ada dimasa sekarang.
3. Retorika deliberative
(deliberative rhetoric), adalah jenis retorika penentuan yang menentukan tindakan apa saja yang boleh dilakukan maupun yang tidak boleh dilakukan oleh audiens. Pidato ini
sering dikenal dengan pidato politis. Pidato jenis deliberative ini lebih berorientasi kepada waktu yang mendatang.
Hukum
atau Prinsip Teori Retorika
Beberapa hal
penting yang harus perhatian dari tradisi ini yaitu terdapat lima
hukum teori retorika sendiri, yaitu:
1. Penciptaan
(Invention)
Pengertian
penciptaan dapat definisikan sebagai sebuah konstruksi atau sebuah penyusunan dari
suatu argument yang berhubungan dengan tujuan dari pidatoitu senditri . Dalam hal ini integrasi tentang cara berfikir dengan sebuah argumen dalam sebuah pidato sangat di perlukan. Maka, dengan menggunakan fikiran logika dan beberapa bukti didalam pidato dapat membuat pidato tersebut menjadi lebih kuat dan bersifat persuasive.
2. Pengaturan
(Arrangement)
Pengaturan
adalah proses mengorganisasi symbol yaitu mengatur informasi yang terkait
dengan hubungan diantara manusia, symbol, dan konteks yang terlibat. Bisa juga
diartikan kemampuan pembicara untuk mengorganisasikan pidatonya.
3. Gaya
(Style)
Gaya merupakan kanon
retorika yang mencakup penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide-ide didalam
sebuah pidato. Dalam penggunaan bahasa harus menghindari glos (kata-kata yang
sudah kuno dalam pidato), akan tetapi lebih dianjurkan menggunakan metafora
(majas yang membantu untuk membuat hal yang tidak jelas menjadi lebih mudah
dipahami). Penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan
bahwa ide-ide dari pembicara diperjelas.
4. Penyampaian
(Delivery)
Penyampaian merupakan sebuah perwujudan dari sebuah symbol kedalam bentuk fisik yang mencakup berbagai variasi mulai dari nonverbal,tulisan, bicara hingga pesan yang diperantarai.Penyampaian
biasanya mencakup beberapa perilaku seperti kontak mata, tanda vocal, ejaan,
kejelasan pengucapan, dialek, gerak tubuh, dan penampilan fisik. Penyampaian
yang efektif mendukung kata-kata pembicara dan membantu mengurangi ketegangan
pembicara.
5. Ingatan
(Memory)
Ingatan
adalah apa yang disampaikan, baik lisan maupun tertulis termasuk yang terekam
dalam ingatan.Dengan ingatan, seseorang pembicara dapat mengetahui apa
saja yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya, meredakan ketegangan
pembicara dan memungkinkan pembicara untuk merespons hal-hal yang tidak
terduga.
Melalui lima hukum teori retorika ini, sebelum berbicara seorang pembicara(rhetor)
harus menemukan beberapa ide maupun gagasan, tentang bagaimana mengorganisasikan sebuah gagasan, tentang bagaimana membingkai sebuah gagasan ke dalam rangkaian bahasa, tentang menyampaikan sebuah gagasan dan pada akhirnya tentang bagaimana hal disampaikan itu oleh rhetor dapat menjadi sebuah ingatan untuk orang-orang yang telah menerimanya.
Sumber:
Online
Setiano, Yearry Panji. (2008). Teori Retorika Aristoteles. Diakses pada Jumat 29 September 2017 dari http://yearrypanji.wordperr.com/2008/04/26/teori-retorika-aristoteles.html
Harmayani. (2012). Retorika dalam Teori Komunikasi. Diakses pada Jumat 29 September 2017 dari http://gunnaharmyani.blogspot.com/2012/06/retorika-dalam-teori-komunikasi.html
Harmayani. (2012). Retorika dalam Teori Komunikasi. Diakses pada Jumat 29 September 2017 dari http://gunnaharmyani.blogspot.com/2012/06/retorika-dalam-teori-komunikasi.html
Sutarmi, Siti.(2014). Teori
Retorika.Diakses pada Jumat 29 September 2017 dari
http://suratmisitisuratmi.blogspot.co.id/2014/03/teori-retorika.html
Ardianto, Krisna.
(2010).Teori Komunikasi Retorika Aristoteles. Diakses pada , Jumat 29 September
2017 dari
http://mysteriouxboyz90.blogspot.co.id/2010/08/teori-komunikasi-retorika-aristoteles.html
Darmawan,Setia. (2013).
Teori Retorika . Diakses pada , Jumat 29 September 2017 dari
http://setiadarmawan.blogspot.co.id/2013/07/teori-retorika.html
Buku
West, Richard. Pengantar
Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika, 2008